Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Meskipun
terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila.
Sejarah Perumusan
Dalam
upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yaitu :
·
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan
Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu
berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah
lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
·
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut:
Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh
Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan,
internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar,
dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan
abadi.
Setelah
Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
·
Rumusan
Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden
5 Juli 1959)
Hari Kesaktian
Pancasila
Pada
tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi
perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa
motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar
saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis,
untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada
hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh
oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang
timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer
Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan
tanggal 1 Oktober ditetapkan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Butir-butir pengamalan
Pancasila
Ketetapan
MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas
dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila.
36
BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A.
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1.
Percaya
dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
Hormat
menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.
Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4.
Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
B.
SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1.
Mengakui
persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2.
Saling
mencintai sesama manusia.
3.
Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
4.
Tidak
semena-mena terhadap orang lain.
5.
Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.
6.
Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
7.
Berani
membela kebenaran dan keadilan.
8.
Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C.
SILA PERSATUAN INDONESIA
1.
Menempatkan
kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
2.
Rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.
Cinta
Tanah Air dan Bangsa.
4.
Bangga
sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5.
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D.
SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /
PERWAKILAN
1.
Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
2.
Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5.
Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7.
Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
E.
SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1.
Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong-royong.
2.
Bersikap
adil.
3.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati
hak-hak orang lain.
5.
Suka
memberi pertolongan kepada orang lain.
6.
Menjauhi
sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.
Tidak
bersifat boros.
8.
Tidak bergaya
hidup mewah.
9.
Tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Ketetapan
ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.
Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar
diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sumber: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar