UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU ini menjelaskan tentang perlindungan
konsumen, hak atas kenyamanan, keamanan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/jasa, hak atas informasi benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/jasa.
Dalam UU ini
terdapat kewajiban konsumen untuk mengikui petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan,
hak dan kewajiban pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, pembinaan dan
pengawasan terhadap UU ini, badan perlindungan konsumen nasional, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, serta badan penyelesaian sengketa
konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat
(1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No.
42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001
tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·
Asas dan Tujuan
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen
dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan dan menuntut
hakhaknya
sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa
yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
·
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hakhak
yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan
lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
·
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hakhak
yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan
lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
·
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi
bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa
atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang
tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam
label;
i. tidak memasang label atau membuat
penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau
petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundangundangan
yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari
peredaran.
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan,
memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau
seolaholah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau
memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik
dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah
mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciriciri
kerja atau aksesori
tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh
perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat
tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari
barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah
tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan katakata
yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,
tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak
keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji
yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang
dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau
ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik
yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;
a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut
seolaholah
telah memenuhi standar mutu
tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut
seolaholah
tidak mengandung cacat
tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual barang yang
ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah
tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;
e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas
tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain;
f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau
jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus
dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku
usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah
yang ditawarkan, dipromosikan, atau
diiklankan.
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cumacuma
dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan
cara menjanjikan pemberian hadiah berupa
barang dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah
melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah
batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media
massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang
dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan
nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa yang dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan
waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan
dan/atau prestasi.
Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan, kegunaan dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan
waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang
dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau
tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko
pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau
seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan
peraturan perundangundangan
mengenai
periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang
melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
·
Tanggung jawab pelaku usaha
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
·
Penyelesaian sengketa
Bagian Pertama
Umum
Pasal 45
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat
ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana
sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau
oleh para pihak yang bersengketa.
Pasal 46
(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha
dapat dilakukan oleh:
a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli
waris yang bersangkutan;
b. kelompok konsumen yang mempunyai
kepentingan yang sama;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan,
yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah
untuk kepentingan perlindungan konsumen dan
telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. pemerintah dan/atau instansi terkait
apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian
materi yang besar dan/atau korban
yang tidak sedikit.
(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok
konsumen, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat atau pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c,atau huruf d diajukan kepada
peradilan umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian
materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya
ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
untuk menjamin tidak akan terjadi kembali
atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan mengacu pada ketentuan tentang
peradilan umum yang berlaku dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
·
Badan penyelesaian sengketa konsumen
Pasal 49
(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II
untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota
badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di
bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurangkurangnya
30 (tiga puluh) tahun.
(3)
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha.
(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berjumlah sedikitdikitnya
3
(tiga) orang, dan sebanyakbanyaknya
5 (lima) orang.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota
badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)
terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. wakil ketua merangkap anggota;
c. anggota.
Pasal 51
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen
dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat.
(2) Sekretariat badan penyelesaian sengketa
konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian kepala
sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen meliputi:
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan
konsumen;
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman
klausula baku;
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila
terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undangundang
ini;
e. menerima pengaduan baik tertulis maupun
tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan
sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi
ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang
ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk
menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf
g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan badan penyelesaian
sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai
surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak
adanya kerugian di pihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undangundang
ini.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur
dalam surat keputusan menteri.
Pasal 54
(1) Untuk menangani dan menyelesaikan
sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
(2)
Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan
sedikitsedikitnya
3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang
panitera.
(3) Putusan majelis final dan mengikat.
(4) Ketantuan teknis lebih lanjut mengenai
pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat
keputusan menteri.
Pasal 55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib
mengeluarkan putusan paling lambat dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah
gugatan diterima.
Pasal 56
(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 pelaku
usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan
kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14
(empatbelas) hari kerja setelah menerima
pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan
keberatan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima
putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan
oleh pelaku usaha, badan penyelesaian
sengketa konsumen menyerahkan putusan
tersebut kepada penyidik untuk melakukan
penyidikan sesuai dengan ketentuan
perundangundangan
yang berlaku.
(5) Putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bukti permulaan yang cukup bagi
penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 57
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan
eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di
tempat konsumen yang dirugikan.
Pasal 58
(1) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan
putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling
lambat 21 (duapuluh satu) hari sejak
diterimanya keberatan.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib
mengeluarkan putusan dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima
permohonan kasasi.
·
Contoh kasus
Seorang warga
Ciputat hendak pergi ke Surabaya dan rencananya menggunakan
jasa penerbangan X dengan nomor penerbangan Y pada pukul 20.30 wib. Pada saat ceck-in tanggalkeberangkatan,
ternyata pemberangkatan di-delay dan perkirakan akan terbang pukul 04.00
wibkeesokan harinya, dan ternyata kasus tersebut juga terjadi pada rute
penerbangan yang lainnya.Diinformasikan bahwa alasan delay tersebut karena
kerusakan pesawat, sementara pesawat bantuan belum bisa diterbangkan ke Surabaya karena alasan cuaca. Dan pada pukul 23.30 wib,diinformasikan
bahwa penerbangan ke Surabaya dengan no penerbangan Y dibatalkan,
alasan bandara Juanda disurabaya belum buka jam 5 pagi, ahirnya para penumpang dengan jasa penerbangan X dan no penerbangan Y akan diberangkatkan keesokan hari pada pukul 07.00dengan
kapasitas penumpang 14/seat/ atau kursi, dan sisanya akan diberangkatkan pada
sianghari. (Sindo, 17 September 2009)
Bentuk-bentuk
dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah :
1.Pencatatan
identitas
2.Penundaan
penerbangandelay dengan alih / alasan faktor cuaca dan teknis
operasional
3.Penundaan
jadwal penerbangan delaytanpa pemberitahuan
4.Menjual
tarif tiket dengan batas atas
5.Letak
atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket
6.Kehilangan
barang dibagasi ( Pasal 144 Undang –Undang nomor 1 tahun 2009 ).
7.Tiket
hangus
Sumber:
Wikipedia
http://www.pipimm.or.id/view.php?view=1&id=1